Jumat, 31 Agustus 2007

SEBERMULA DARI SEPI

Puisi Nurani Soyomukti



Sebermula dari sepi

Jiwa menggarap kelahiran

dan kematian dalam penyatuan badan

Keraguanpun berhasil menyia-nyiakan pengungkapan

kehendak dalam peristiwa yang kita lewati

—padang-padang gersang itu:

Cara kerja tubuh dan jiwa berbelit-belit.

Keduanya menunda-nunda perubahan dari kemunafikan

ke arah cinta yang melandasi kehidupan dalam kontras kata-kata puisi yang

menyingkapkan makna yang tidak sama

dengan teriakan anak-anak di sepanjang perjalanan

yang kita lewati musim lalu di sebuah perkampungan miskin dan kumuh,

jauh dari cinta para pendeta dan kemurahan hati Tuhan.

Kau belum tahu kapan keindahan cinta ini lahir.

Kau sama sekali tak hiraukan kemungkinan-kemungkinan

apa yang dapat mengekang gerakan-gerakan unsur-unsur tubuh dan jiwa

yang menjadi potensi kemenangan bagi cinta dalam baris puisi

yang belum dapat kau baca,

atau untuk menyusun perlawanan

pada pasukan musuh yang akan datang

membawa surat tantangan kepada Raja terkasih kita?

Apa yang sebenarnya ingin kita halau, kekasihku?

Bahkan kau kira puisi yang kukirimkan sore itu

adalah lambang keinginan yang membutuhkan pamrih…

tapi kaupun belum dapat memahami makna dari setiap kata.

Tapi apa yang sebenarnya terjadi?

Apa yang kita cari sebenarnya…

waktu itu kau menunggu kapalku datang.

(Mungkin aku juga telah lupa…

masa-masa yang benar-benar sulit).

Sebelum aku datang padamu,

lalu saling mengenal melalui bagian tubuh dan jiwa,

di seberang sana Ibuku sebenarnya telah berpesan:

“Hisaplah kata-kata ini… sampai tubumu menjadi puisi. Kau akan pergi jauh

meninggalkan

bayang-bayang masa kecil mengeras dalam otakmu. Tapi kau harus memungutnya

kembali

sebagai upah, sebagai sajak yang indah.”

Sebermula dari sepi

Lalu setelah kita bertemu dan aku mengembara lagi tanpa tujuan,

aku terus saja bermimpi tubuhku

tak akan menyisakan ungkapan apa-apa

sampai suatu saat pembebasan diri dari setiap musim

menjadi sebuah hal yang sulit dilakukan.

Sebermula dari sepi

Lalu pada masa uzurku aku akan kembali padamu

Hingga matipun kita berada dalam tempat dan waktu yang sama

Seperti tubuh dan jiwa setiap orang

dengan masa percintaan

yang paling menyemangati penciptaan puisi-puisi.


Jakarta, 28 April 2006

Tidak ada komentar: