Matahari menyedot mengeringkan air hujan
Kalimat juga kering di musim kemarau
Musim paceklik kata-kata
di bumi tempatku melahirkan puisi.
Sepanjang astaga yang tak bisa terucap
Hanya ada kertas berkeringat
Di bawah genggaman pena yang bergetar.
Dan greget.
Tanganku sulit sekali menyentuh sitaresmi
Imagologiku gelap gulita.
Dan doa memang seperti sia-sia
Kangenku, kangen hujan!
Harapanku, harap hujan!
Rinduku, rindu hujan!
Tangisku, tangis hujan!
Sukmaku hidup dari nyawa
hujan yang hidup dalam kehidupan
Nafasku sesak dalam nafas musim kemarau
Dan sumpek selalu datang.
Pada hal aku hanya punya satu kata: Hujan.
*Jember, 23 Agustus 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar